Setelah memberi makan lima ribu orang, Yesus menyuruh murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang danau, sementara Ia berdoa sendirian di atas gunung. Ketika malam tiba, perahu mereka sudah jauh dari darat, diombang-ambing oleh gelombang karena angin sakal. Menjelang dini hari, Yesus datang kepada mereka berjalan di atas air. Murid-murid terkejut dan ketakutan, mengira itu hantu. Tetapi Yesus segera berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”
Lalu Petrus berkata, “Tuhan, jika benar Engkau, suruhlah aku datang kepada-Mu di atas air.” Yesus menjawab, “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air menuju Yesus. Namun ketika ia melihat angin kencang, ia menjadi takut dan mulai tenggelam. Ia berteriak, “Tuhan, tolong aku!” Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia, dan berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Ketika mereka naik ke perahu, angin pun reda. Semua yang ada di perahu sujud menyembah-Nya dan berkata, “Sesungguhnya Engkau Anak Allah!”
Kisah ini mengajarkan bahwa iman bukan berarti tidak ada ketakutan, tetapi keberanian untuk tetap melangkah meski takut. Selama pandangan kita tertuju kepada Yesus, kita mampu berjalan di atas badai kehidupan. Namun saat kita lebih fokus pada angin dan ombak, kita mulai tenggelam. Yesus tidak membiarkan kita karam—Ia selalu siap mengulurkan tangan-Nya setiap kali kita berseru minta tolong.