Yesus menceritakan sebuah perumpamaan tentang seorang ayah yang memiliki dua anak laki-laki. Anak bungsu meminta bagian harta warisannya, lalu pergi ke negeri jauh dan menghamburkan segalanya dalam hidup yang sia-sia. Setelah semua hartanya habis, datanglah masa kelaparan yang berat. Ia terpaksa bekerja memberi makan babi, dan bahkan ingin makan ampas babi karena lapar. Saat itu ia sadar betapa besar kasih ayahnya, lalu berkata dalam hatinya, “Aku akan bangkit dan pergi kepada ayahku, dan berkata: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap engkau.”
Ketika ia masih jauh, ayahnya sudah melihatnya dan tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Sang ayah berlari, memeluk, dan mencium anaknya dengan penuh kasih. Anak itu berkata, “Bapa, aku tidak layak lagi disebut anakmu,” tetapi sang ayah memerintahkan hambanya untuk membawa jubah terbaik, mengenakan cincin di jarinya, dan mengadakan pesta sukacita. “Anakku ini telah mati dan hidup kembali, ia telah hilang dan ditemukan.” Sementara itu, anak sulung merasa cemburu, tetapi sang ayah menasihatinya bahwa kasihnya sama besar bagi keduanya.
Perumpamaan ini menggambarkan hati Bapa Surgawi yang penuh kasih dan pengampunan tanpa batas. Tak peduli sejauh apa seseorang tersesat, Tuhan selalu menunggu dengan tangan terbuka. Kasih-Nya tidak berdasarkan kesempurnaan, melainkan pada kerinduan untuk memulihkan setiap hati yang mau kembali. Inilah wajah Allah yang sejati—Bapa yang penuh belas kasih, bukan hakim yang kejam.